Ilustrasi, seorang muzaki berzakat di kantor BAZNAS Kabupaten Sleman. (source. AI)

Renungan : Hanya Memberi Tak Harap Kembali

19/11/2025 | Muhaimin, S.Ag., M.Pd.

Ada saat-saat dalam hidup ketika kita memberi, bukan karena kita memiliki lebih, melainkan karena kita memahami bahwa kebaikan adalah napas yang menjaga hati tetap hidup.

 

Dalam sunyi yang hanya Allah tahu, tangan yang memberi tanpa pamrih sejatinya sedang mengukir jejak iman. Tidak terlihat, tidak terdengar, tapi dirasakan oleh langit.

 

Ketika seseorang mampu memberi tanpa berharap kembali, maka pada saat itu ia telah naik ke derajat tertinggi: memberi sebagai bentuk cinta, bukan pamer; sebagai ibadah, bukan transaksi dunia.

 

Berikut renungan yang disampaikan dari Wakil Ketua II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS Kabupaten Sleman, Muhaimin, S.Ag., M.Pd., tentang “Hanya Memberi Tak Harap Kembali”.

 

Memberi tanpa pamrih adalah puncak kematangan jiwa. Ia bukan sekadar tindakan sosial, tapi wujud tertinggi dari iman dan cinta kepada Allah. Orang yang memberi tanpa mengharap balasan dari manusia sejatinya sedang bertransaksi langsung dengan Rabb yang Maha Kaya.

 

Allah berfirman:

 

"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (Mereka berkata): Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharap keridaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih."

(QS. Al-Ins?n [76]: 8–9)

 

Ayat ini menggambarkan hati para pemberi sejati. Mereka menafkahkan hartanya bukan untuk dipuji, bukan untuk dilihat, dan bukan pula agar disanjung sebagai dermawan. Mereka memberi karena yakin bahwa setiap butir kebaikan akan kembali — bukan dari manusia, tapi dari Allah dalam bentuk yang jauh lebih indah.

 

Memberi adalah tanda kehidupan

 

Lihatlah pohon yang hidup — ia berbuah, menaungi, meneduhkan, dan tak pernah menagih apa pun dari siapa pun. Tapi lihatlah pohon yang kering, ia tak lagi bisa memberi apa pun. Maka, memberi adalah tanda bahwa hati kita masih hidup.

 

Rasulullah ? bersabda:

 

"Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah."

(HR. Bukhari dan Muslim)

 

Memberi berarti menempatkan diri di atas: di atas keserakahan, di atas ego, dan di atas rasa takut kehilangan. Karena sejatinya, bukan kita yang menjaga harta kita — tapi Allah yang menjaga apa yang kita beri di jalan-Nya.

 

Kisah: Sedekah yang Tak Pernah Hilang

 

Diriwayatkan, suatu ketika Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu membawa separuh hartanya untuk disedekahkan. Ia berharap bisa mengungguli Abu Bakar Ash-Shiddiq. Namun, Abu Bakar datang dengan seluruh hartanya. Umar bertanya,

 

Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abu Bakar?”

Abu Bakar menjawab dengan tenang,

Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.”

 

Kisah itu bukan sekadar tentang jumlah, tapi tentang keyakinan. Keyakinan bahwa Allah takkan membiarkan hamba yang memberi demi-Nya dalam kekurangan. Dan benar, sejarah mencatat, tak pernah ada orang yang rugi karena memberi.

 

Ketika Memberi Menjadi Jalan Menuju Damai

 

Para muzaki adalah pejuang dalam senyap. Mereka tidak hanya menunaikan kewajiban, tapi juga menyalakan harapan. Melalui zakat, infak, dan sedekah yang mereka titipkan, mereka membantu membangun kemandirian mustahik, menghapus kesedihan, dan membuka pintu rezeki bagi banyak orang.

 

Bayangkan senyum seorang ibu yang bisa menyekolahkan anaknya karena bantuan zakat Anda. Bayangkan napas lega seorang ayah yang bisa kembali berdagang setelah mendapat modal dari BAZNAS. Setiap sen yang Anda beri bukan hanya angka di laporan keuangan, tapi doa-doa yang naik ke langit.

 

Hanya Memberi, Tak Harap Kembali

 

Mari kita hidupkan semangat ini — semangat memberi tanpa harap kembali. Sebab balasan terbaik bukanlah ucapan terima kasih, melainkan ketenangan hati yang Allah tanamkan kepada mereka yang ikhlas.

 

Apa saja yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya. Dan Dialah sebaik-baik pemberi rezeki.”

(QS. Saba’ [34]: 39)

 

Ketika tangan kita memberi, sebenarnya Allah sedang menyiapkan tangan-Nya untuk mengganti dengan sesuatu yang lebih besar. Mungkin bukan dalam bentuk harta, tapi dalam bentuk keberkahan, ketenangan, dan kebaikan yang tak ternilai.

 

Maka, teruslah memberi, wahai para muzaki — dengan hati yang lapang dan niat yang tulus. Karena memberi sejatinya bukan tentang kehilangan, tetapi tentang mempercayai janji Allah yang tak pernah ingkar.

Akhirnya, marilah kita terus merawat ketulusan itu. Memberi tanpa pamrih bukan hanya tentang melepas harta, tetapi melepas ego dan rasa memiliki. Sebab apa pun yang kita genggam akan hilang, tetapi apa yang kita lepaskan di jalan Allah akan kekal kembali kepada kita dalam bentuk yang tak terduga.

 

Jadilah di antara mereka yang memberi dalam senyap namun dibalas Allah dengan cahaya yang terang. Karena bagi hati yang ikhlas, memberi bukan lagi kewajiban—melainkan jalan menuju ketenangan, keberkahan, dan cinta Tuhan yang tak pernah berakhir.***

 

Oleh:

Wakil Ketua II BAZNAS Kabupaten Sleman,

Muhaimin, S.Ag., M.Pd.

KABUPATEN SLEMAN

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ  |   2.2.12